WONG JOWO IN THE BLOG MENGUCAPKAN "SELAMAT TAHUN BARU MASEHI 2018", SEMOGA DITAHUN BARU INI GUSTI ALLAH SWT,BANYAK BERKAH DAN BAROKAH, SEHINGGA MENAMBAH KESEMPURNAAN HIDUP DAN IBADAH KITA, AMIN YA RABBAL ALAMIN

Tuesday, May 2, 2017

MAKNA FILOSOFI TEMBANG DOLANAN

Tembang merupakan sebagai sarana dakwah para wali kepada anak2 kecil(sinom), dalam mengajarkan budi pekerti, sebagai bekal hidup, antara sesama manusia dan manusia dengan tuhan, agar pada masa dewasa, anak2 kecil(sinom) bisa hidup di terima dengan baik di lingkungan masyarakat dan meninggal dengan sempurna saat yaumul akhir( menghadap gust Allah SWT).

berikut tembang dolanan yang kita kenal :

- Tembang Gundul-gundul Pacul

"Gundul gundul pacul-cul,gembelengan…

Nyunggi nyunggi wakul-kul,gembelengan…

Wakul ngglimpangsegane dadi sak latar…"

Cipt.Sunan Kalijogo.
Penjabaran :

Gundul

Adalah kepala plonthos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. Maka gundul artinya kehormatan yang tanpa mahkota.

Pacul (cangkul)

Adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.

Gundul pacul

Artinya bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Orang Jawa mengatakan pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas), artinya bahwa:

Kemuliaan seseorang akan sangat tergantung empat hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.
  1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
  2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
  3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
  4. Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.
Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.

Gembelengan

Gembelengan artinya besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.
Banyak pemimpin yang lupa bahwa dirinya sesungguhnya mengemban amanah rakyat. Tetapi dia malah:
  1. Menggunakan kekuasaannya sebagai kemuliaan dirinya.
  2. Menggunakan kedudukannya untuk berbangga-bangga di antara manusia.
  3. Dia menganggap kekuasaan itu karena kepandaiannya.
Nyunggi wakul, gembelengan Nyunggi wakul

Artinya membawa bakul (tempat nasi) di kepalanya.Banyak pemimpin yang lupa bahwa dia mengemban amanah penting membawa bakul dikepalanya.

Wakul

Adalah simbol kesejahteraan rakyat. Kekayaan negara, sumberdaya, Pajak adalah isinya. Artinya bahwa kepala yang dia anggap kehormatannya berada di bawah bakul milik rakyat. Kedudukannya di bawah bakul rakyat. Siapa yang lebih tinggi kedudukannya, pembawa bakul atau pemilik bakul?
Tentu saja pemilik bakul. Pembawa bakul hanyalah pembantu si pemiliknya. Dan banyak pemimpin yang masih gembelengan (melenggak lenggokkan kepala dengan sombong dan bermain-main). Akibatnya

Wakul ngglimpang segane dadi sak latar

Bakul terguling dan nasinya tumpah ke mana-mana. Jika pemimpin gembelengan, maka sumber daya akan tumpah ke mana-mana. Dia tak terdistribusi dengan baik. Kesenjangan ada dimana-mana. Nasi yang tumpah di tanah tak akan bisa dimakan lagi karena kotor. Maka gagallah tugasnya mengemban amanah rakyat!

Semoga kita jadi pribadi yang memiliki integritas sehingga siap menjadi suri tauladan dimanapun kita berada.

 - Tembang Lir-ilir, Lir Ilir

"Lir-ilir, Lir Ilir,,,, Tandure wus sumilir...

Tak ijo royo-royo,,,, Tak sengguh temanten anyar...

Cah Angon, Cah Angon,,,, Penekno Blimbing Kuwi...

Lunyu-lunyu penekno Kanggo Mbasuh Dodotiro...

Dodotiro,,, Dodotiro,,, Kumitir Bedah ing pinggir...

Dondomono,,, Jlumatono,,, Kanggo Sebo Mengko sore...

Mumpung Padhang Rembulane,,, Mumpung Jembar Kalangane...

Yo surako surak Iyo!!!"

Cipt.Sunan Kalijogo.
Penjabaran :

 Lir-ilir, Lir-ilir (Bangunlah, bangunlah)

Tandure wus sumilir (Tanaman sudah bersemi)

Tak ijo royo-royo (Demikian menghijau)

Tak sengguh temanten anyar (Bagaikan pengantin baru)

Makna: Sebagai umat Islam kita diminta bangun. Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas                untuk lebih mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Alloh dalam diri kita yang                  dalam ini dilambangkan dengan Tanaman yang mulai bersemi dan demikian menghijau.                      Terserah kepada kita, mau tetap tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati atau bangun                  dan berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan                            kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru.

Cah angon, cah angon (Anak gembala, anak gembala)

Penekno Blimbing kuwi (Panjatlah (pohon) belimbing itu)

Lunyu-lunyu penekno (Biar licin dan susah tetaplah kau panjat)

Kanggo mbasuh dodotiro (untuk membasuh pakaianmu)

Makna: Disini disebut anak gembala karena oleh Alloh, kita telah diberikan sesuatu untuk                                digembalakan yaitu HATI. Bisakah kita menggembalakan hati kita dari dorongan hawa nafsu               yang demikian kuatnya?

             Si anak gembala diminta memanjat pohon belimbing yang notabene buah belimbing bergerigi              lima buah. Buah belimbing disini menggambarkan lima rukun Islam. Jadi meskipun licin,                    meskipun susah kita harus tetap memanjat pohon belimbing tersebut dalam arti sekuat tenaga              kita tetap berusaha menjalankan Rukun Islam apapun halangan dan resikonya.

Dodotiro, dodotiro (Pakaianmu, pakaianmu)

Kumitir bedah ing pinggir (terkoyak-koyak dibagian samping)

Dondomono, Jlumatono (Jahitlah, Benahilah!!)

Kanggo sebo mengko sore (untuk menghadap nanti sore)

Makna: Pakaian taqwa kita sebagai manusia biasa pasti terkoyak dan berlubang di sana sini, untuk itu              kita diminta untuk selalu memperbaiki dan membenahinya agar kelak kita sudah siap ketika                dipanggil menghadap kehadirat Alloh SWT.

Mumpung padhang rembulane (Mumpung bulan bersinar terang)

Mumpung jembar kalangane (mumpung banyak waktu luang)

Yo surako surak iyo!!! (Bersoraklah dengan sorakan Iya!!!)

Makna: Kita diharapkan melakukan hal-hal diatas (no 1-3) ketika kita masih sehat (dialambangkan                  dengan terangnya bulan) dan masih mempunyai banyak waktu luang dan jika ada yang                        mengingatkan maka jawablah dengan Iya!!!

Jadi dari penjabaran diatas bisa diambil kesimpulan bahwa kita sebagai umat islam harus selalu mempertebal iman kita walaupun itu sulit, baik saat kita sehat apalagi saat kita sedang sakit baik sakit jasmani atau sakit rohani, agar kita tidak menjadi manusia yang ber agama islam tangguh dan mempunyai iman yang kuat selalu bertakwa kepada gust Allah SWT.

- Tembang Sluku-sluku Bathok

"Sluku-sluku bathok

Bathoke ela-elo

sluku bathok

Bathoke ela-elo

Rama menyang Solo

Oleh-olehe payung motha

Mak jenthit lolo lobah

Wong mati ora obah

Nek obah medeni bocah

Nek urip goleka dhuwit."
Cipt. Sunan Kalijogo.

Penjabaran :

Sluku-sluku badthó', badthó'e ela-elo.

Sluku-sluku tempurung kelapa, tempurung kelapanya bergeleng-geleng.

“Sluku-sluku bathok”, berasal dari baha arab  Ghuslu-ghuslu batnaka, artinya mandikanlah/bersihkanlah batinmu, Membersihkan batin dulu sebelum sebelum membersihkan badan atau raga. Seperti dalam lagu Indonesia Raya: Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, sebab lebih mudah membersihkan badan dibandingkan membersihkan batin atau jiwa. Jadi makna dari larik itu adalah berupa perintah agar mencegah hawa nafsu terutama yang berkaitan dengan isi perut karena perut merupakan gambaran dari mikrokosmos. Didalam perut dapat ditemukan jagad cilik yang menggambarkan alam semesta. Hal ini dapat disejajarkan dengan lakon wayang “Dewa Ruci”. Pada lakon tersebut, Bima digambarkan masuk ke dalam perut Dewa Ruci. Di sana Bima dapat melihat alam semesta yang utuh. Di samping itu, membersihkan perut juga dapat berarti mengheningkan cipta atau menyucikan hati dengan menyebut lafal:

“Bathoke ela-elo”, berasal dari bahasa Arab: batnaka La Ilaha Illallah, maksudnya; hatinya senantiasa berdzikir kepada Allah, diwaktu senang maupun susah, dikala menerima nikmat maupun musibah,sebab setiap peristiwa yang di alami manusia, pasti menggandung hikmah. Larik itu pada hakikatnya merupakan kalimat tauhid yang dalam sufisme Jawa ketika berdzikir seyogyanya dengan mengucap lailaha ilallah. Hal ini berarti kita membersihkan batin (mengheningkan cipta) disertai dengan falsafah eling/sadar. Sehingga manusia akan selalu menyadari sampai di lubuk hatinya bahwa tidak ada Pangeran “Tuhan” kecuali Allah ta’ala. Kalimat tauhid tersebut dalam agama Islam sering disebut Kalimat Syahadat.

Si rómó mènyang sóló, oléh-oléhe payung motha.

Ayah pergi ke kota solo, membawa oleh-oleh payung kematian.

“Si rama menyang sala”, siruma yasluka yang dapat berarti dari kata salaka “berjalanlah”di jalan yang dijalani oleh Nabi SAW. Dalam mengimani sebuah keyakinan tidak cukup hanya disertai dengan sikap eling“sadar”saja. Karena masih perlu digenapi dengan larik:

“Oleh-olehe payung motha”, la ilaha ilallah hayyum wal mauta. Artinya, selalu lafalkanlah “la ilaha ilallah” sejak dini sampai maut menjemput agar mendapatkan kematian yang khusnul khotimah. Manusia hidup di dunia tidak hanya sekedar memburu kepentingan duniawi saja tetapi hendaknya juga kepentingan di akherat. Sampai pada tataran tersebut, manusia belum dapat mencapai kesempurnaan kalau belum dapat melakukan seperti pada larik:

Mak jènthit lololobah, wóng mati ora obah.

Menungging lololobah, orang mati tidak bergerak.

“Mak jenthit lo lo bah”, mandzolik moqorobah. Kata mandzolik berasal dari kata mandzalika yang berarti berhati-hatilah dengan kesalahanmu. Frasa mak jenthit berasal dari perubahan kata mukhasib yang berarti “berhitunglah dari segala kesalahanmu”. Menurut Endraswara (1999) kata moqorobah dapat diartikan “intropeksi, mawas diri”, atau “meneliti segala kesalahan yang pernah diperbuat”. dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia hidup harus selalu dapat mengoreksi diri dan melakukan kesalahan yang diperbuatnya. Atau dengan kata lain adalah bertaubat Orang yang mau mengakui kesalahannya dapat disebut sebagai satriya pinandhita “satria yang berwatak pendeta atau orang yang mempunyai kelebihan”. orang yang sudah mencapai tataran seperti itu dapat disebut sebagai manusia yang selalu dapat menjaga perdamaian dunia dan selalu dapat menjaga perdamaian batin, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap alam semesta sehingga ia telah mampu memayu hayuning bawana “menciptakan ketentraman dunia” Orang yang berwatak satriya pinandhita selalu mendasari dirinya dengan sikap religius. Hal ini diungkapkan dalam larik

“Wong mati ora obah” “hayun wal mauta inalillah”. Artinya, mati dan hidup adalah milih Allah. Dalam falsafah orang Jawa, manusia harus sudah mengetahui sangkan paraning dumadi asal dan tujuan orang hidup. Hal ini tergambar dalam larik “wong mati ora obah” “mahabatan mahrojuhu taubatan” yang berarti hendaknya berbakti kepada Yang Membuat Hidup agar dicintai. Agar dikasihi Allah, manusia harus “mahrojuhu” atau mencari jalan terang melalui jalan pertobatan. Dengan bertobat, manusia diharapkan dapat mendekat pada pangeran “Tuhan”. Disamping itu, ia harus mengetahui tujuan hidup manusia melalui manunggaling kawula Gusti bersatunya manusia dengan Tuhan. Untuk mencapai tataran itu, manusia harus selalu pasrah sumarah pasrah dengan segenap hati terhadap kodratnya. Agar dapat pasrah dengan segenap hati, manusia harus memahami arti kehidupan seperti yang tergambar dalam larik

Yén obah mèdéni bocah, yén urip goléka dhuwit.

Bila bergerak akan menakutkan bagi anak-anak, tapi bila hidup carilah uang.

“Yen obah medeni bocah”, Mahabbatan mahrajuhu taubah, Maka, bercintalah dengan kecintaan menuju taubat. Selagi masih diberi kesempatan oleh Allah untuk hidup di dunia ini. Jangan pernah putus asa dalam menggapai rahmat dan maghfirah-Nya.  Saat kematian datang, semua sudah terlambat. Kesempatan beramal hilang. Banyak ingin minta dihidupkan tapi Allah tidak mengijinkan. Jika mayat hidup lagi maka bentuknya menakutkan dan mudharat-nya akan lebih besar.

“Yen urip goleka dhuwit”, Yasrifu innal khalaqna insana min dhafiq, kata “yasrifu” bermakna bahwa hidup manusia dapat mencapai kemuliaan dengan cara selalu mengingat perintah Allah. Oleh karena itu, manusia tidak diperkenankan sombong. Ingatlah sungguh manusia diciptakan dari air yang memancar. Maksudnya, manusia diciptakan dari ketiadaan dan kehinaan. Oleh karena itu untuk memperoleh kemulyaan harus dengan berjalan di jalan Allah. Kesempatan terbaik untuk berkarya dan beramal adalah saat ini. Saat masih hidup. Pengin kaya, pengin membantu orang lain, pengin membahagiakan orang tua: sekaranglah saatnya. Sebelum terlambat, sebelum segala pintu kesempatan tertutup. Didalam tembang dolanan tersebut di atas mengandung filsafat luhur orang Jawa. Orang jawa menyadari sikap pasrah dengan bentuk pasrah sumarah dan pertobatan (mau menyadari kesalahannya). Dengan sikap seperti itu, orang Jawa diminta dapat memayu hayuning bawana “menjaga ketentraman dunia” sehingga kelak dapat bersatu dengan Tuhan atau manunggaling kawula lawan Gusti. Dengan demikian, ia dapat disebut manusia mulia atau manusia sejati.

Bisa ditarik kesimpulan bahwa tembang ini berpesan dan mengajak kita untuk selalu berdzikir kepada Gusti Allah SWT, sampai akhirnya kita menghadap kehadirat Gusti Allah SWT, Dzikir sebagai tanda kesetiaan, ketakwaan,

- Tembang Padhang Bulan

"Yo prakanca dolanan ing njaba

Padhang mbulan padhangé kaya rina

Rembulané kang ngawé-awé

Ngélikaké aja turu soré-soré"
Cipt.Sunan Kalijogo.
Penjabaran :

Syair dari tembang dolanan padang bulan apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi:

Yo prakanca dolanan ing njaba (Ayo teman-teman bermain diluar)

Padhang mbulan padhangé kaya rina (Cahaya bulan yang terang benderang)

Rembulané kang ngawé-awé (Rembulan yang seakan-akan melambaikan tangan)

Ngélikaké aja turu soré-soré (Mengingatkan kepada kita untuk tidak tidur sore-sore)

Dalam tembang dolanan padang bulan mengandung makna religius (kagamaan). Maksud dari tembang dolanan tersebut adalah kita hendaknya bersyukur kepada yang Maha Kuasa untuk menikmati keindahan alam. Untuk menunjukkan rasa syukur itu kita diharapkan tidak tidur terlalu sore karena kita bisa melaksanakan ibadah di waktu malam.

- Tembang Jaranan


Jaranan
"Jaranan- jaranan, jarane jaran teji

Sing numpak ndoro bei

sing ngiring para mentri

Jeg-jeg nong, jreg-jreg gung

Jeg-jeg gedebuk krincing

Gedebug jedher

Gedebug krincing

Jeg-jeg gedebuk jedher"

Cipt. Sunan Kalijogo
Penjabaran :

Syair tembang dolanan yang berjudul ‘Jaranan’ ersebut apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah:

Jaranan- jaranan, jarane jaran teji (berkuda, berkuda, kudanya teji (tinggi besar))

Sing numpak ndoro bei (yang naik Tuan Bei yang mengiring para menteri)

Jeg-jeg nong, jeg-jeg gung (tetabuhan menyambut tamu agung datang)

Jeg-jeg gedebuk krincing (Langkah Para Pengawal tuan Bei/Besar)

Gedebuk jedher (langkah kuda bersamaan datang)

Gedebuk krincing (langkah Para pengawal, para mentri dan tuan bei datang)

Gedebuk jedher (langkah dari kuda yang berhenti)

Jeg-jeg gedebuk jedher’ (tuan bei, para menteri dan pengawal berhenti)

Tembang dolanan jaranan sebenarnya hanya terdiri atas empat larik, untuk larik berikutnya hanya diulang-ulang. Kalau dilihat dari syairnya terdapat beberapa makna budi pekerti yang tersirat dalam tembang tersebut, antara lain:

1. Kebersamaan

Dalam syair sing numpak ndara Bei sing ngiring para menteri, di sana terdapat rasa kebersamaan antara atasan dan bawahan. Kebersamaan untuk saling membutuhkan, saling membantu, orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi membutuhkan orang yang berkedudukan lebih rendah, demikian pula sebaliknya. Kedudukan yang tinggi tersebut diibaratkan ndara Bei yang membutuhkan pengawalan dari para menterinya yang dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah.

2. Menghormati yang lebih tinggi kedudukannya

Budaya Jawa telah mengajarkan bahwa seseorang yang mempunyai kedudukan yang lebih rendah harus menghormati orang yang berkedudukan lebih tinggi. Hal itu tampak pada syair sing numpak ndara Bei sing ngiring para menteri. Dalam syair tersebut ndara Bei dianggap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari para menterinya, karena sebutan ndara Bei hanya digunakan untuk menyebutkan seseorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan keturunan ningrat. Apalagi ditunjang dengan tunggangannya kuda yang tinggi besar yang harus diiringi oleh para menterinya. Oleh karena itu, tugas para menteri adalah mengawal ndara Bei tersebut. Dalam hal ini, jelaslah bahwa budi pekerti yang harus ditanamkan adalah sikap menghormati yang lebih tua atau yang lebih tinggi kedudukannya.

- Tembang Menthok-Menthok

"Menthok-menthok tak kandhani

Mung solahmu angisin-isini

Bokya aja ndheprok

Ana kandhang wae

Enak-enak ngorok

Ora nyambut gawe

Methok-menthok

Mung lakumu megal-megol gawe guyu"

Cipt. sunan kalijogo
Penjabaran :

Lirik tembang dolanan diatas apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut :

Menthok-menthok tak kandhani (Menthok-menthok saya nasehati)

Mung solahmu angisin-isini (Hanya perilakumu yang memalukan)

Bokya aja ndheprok (Jangan hanya diam dan duduk)

Ana kandhang wae (Di kandang saja)

Enak-enak ngorok (Enak-enak mendengkur)

Ora nyambut gawe (Tidak bekerja)

Methok-menthok (Menthok-menthok)

Mung lakumu megal-megol gawe guyu (Hanya jalanmu meggoyangkan pantat membuat orang tertawa)

Dalam lirik tembang dolanan ‘Menthok-menthok’ mengandung makna instropeksi diri. Sebagai umat manusia tidak boleh menyombongkan diri, karena sesungguhnya semua yang ada di dunia ini diciptakan Allah dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Sebaiknya kita berusaha dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, tidak malas, tidak suka tidur (karena orang suka tidur badannya akan lemas, otot kaku, mudah terkena penyakit, rezekinya tidak lancar dsb) , dan selalu berbuat baik terhadap sesama. Dalam syair tembang dolanan tersebut yang diibaratkan menthok, meskipun dia itu pemalas, bersifat jahat, dan suka tidur, tetapi dia masih mempunyai sifat baik dan berguna baik orang lain yaitu menghibur dan membuat orang lain tertawa.

- Tembang Dhondhong opo salak


"Dhondhong apa salak

Dhuku cilik-cilik

Andhong apa mbecak

Mlaku dimik-dimik"

Cipt. -
Penjabaran :

Syair tembang ‘Dhondhong apa Salak’ apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah :

Dhondhong apa salak (Dhondhong apa salak)

Dhuku cilik-cilik (Dhuku kecil-kecil)

Andhong apa mbecak (Naik delman apa naik becak)

Mlaku dimik-dimik (Jalan pelan-pelan)

Dalam syair tembang dolanan ini kita dihadapkan pada dua pilihan. Ibarat buah kedondong yang bagian luarnya halus tetapi bagian dalamnya kasar dan tajam, dan sebaliknya buah salak yang bagian luarnya kasar ternyata bagian dalamnya halus. Di sini kita dihadapkan pada dua karakter, Lebih baik kita berbuat yang baik secara lahir maupun batin seperti buah duku, daripada kita berbuat yang dari luar kelihatan bagus tetapi di dalamnya kasar dan tajam seperti buah kedondong.
Demikian sebaliknya, lebih baik kita berbuat terlihat kasar dari luar tetapi dalamnya halus seperti buah salak. Berbuatlah sesuatu yang baik dan tidak menyakitkan, baik itu secara lahir maupun batin. Sedangkan syair andhong apa mbecak, mlaku dimik-dimik mempunyai maksud memilih salah satu makna yang dimaksud dalam syair tersebut . Andong adalah sebuah kendaraan angkutan yang menggunakan tenaga hewan sebagai penariknya, sedangkan becak adalah kendaraan angkut yang memanfaatkan tenaga manusia sebagai pendorongnya. Dalam syair ini terdapat nilai budi pekerti kemandirian, kita tidak boleh menyusahkan orang lain atau makhluk lain, kita harus hidup mandiri, berjalan di atas kaki sendiri meskipun pelan-pelan dan tertatih-tatih.

- Tembang Cublak-cublak Suweng


"Cublak cublak suweng

Suwenge teng gelenter

Mambu ketundhung gudèl

Tak gento lela lelo

Sapa ngguyu ndele' ake

Sir-sir pong dele kopong

Sir-sir pong dele kopong

Sir-sir pong dele kopong"

Cipt.Sunan Giri


Cublak-cublak suweng
Penjabaran :

Jika diartikan Perlarik kalimat :

Cublak cublak suweng (Tempat Suweng)

Suwenge teng gelenter (Suweng-nya berserakan)

Mambu ketundhung gudèl (Baunya dituju anak Kerbau)

Tak gento lela lelo (Bapak ompong menengok kanan kiri)

Sapa ngguyu ndele' ake (Siapa tertawa dia yg menyembunyikan)

Sir-sir pong dele kopong (Hati nurani kedelai kosong tanpa isi)

Sir-sir pong dele kopong (Hati nurani kedelai kosong tanpa isi)

Sir-sir pong dele kopong (Hati nurani kedelai kosong tanpa isi)

Sir-sir pong dele kopong (Hati nurani kedelai kosong tanpa isi)

Kata suweng pada lagu ini sangat ditekankan, suweng diartikan sebagai; Suwung, Sepi, Sejati atau Harta Abadi. Sedangkan gelenter dalam bahasa jawa berarti beresakan, karena sesungguhnya harta yang kita cari sudah berserakan dipelosok bumi.

Gudel adalah istilah yang digunakan masyarakat jawa sebagai anak kerbau untuk melambangkan orang bodoh. kalimat "mambu ketundhung gudèl" Bermakna bahkan orang bodoh (minim pendidikan) mencari harta duniawi tersebut dengan penuh nafsu ego, tindakan korupsi, jual beli jabatan tujuannya untuk mencari kebahagiaan sesaat.

Orang bodoh tersebut seperti orang tua ompong yang sedang kebingungan (Pak empo lera-lere). Meskipun berlimpah harta, namun bukan harta atau kebahagiaan abadi. Mereka kebingungan dan selalu gelisah karena dikuasai oleh keserakahannya sendiri.

Sopo ngguyu Ndhelikake = Siapa tertawa dia yg menyembunyikan. Mengandung pesan bahwa siapa yang bijaksana, merekalah yang menemukan kebahagian abadi yang hakiki. Mereka adalah orang orang yang tersenyum dalam menjalani setiap cerita hidup, walaupun berada hidup tengah-tengah dunia yang penuh keserakahan.

Sir (hati nurani/suara hati) pong dele kopong (kedelai kosong tanpa isi). Maksudnya hati nurani yang kosong. Untuk sampai kepada kebahagiaan abadi harus menghindari dari kecintaan kepada kekayaan duniawi, rendah hati, tidak meremehkan orang lain, serta selalu melatih kepekaan Sir / hati nuraninya.

Sumber : WIKIPEDIA,BERBAGAI BLOG,Endraswara (1999)

No comments:

Post a Comment